Berkeliling dengan Betty dan Raket Tua

Sudah lama sejak aku tidak pernah menorehkan kisah sosok pendek.
Kali ini ada seorang kakek tua.
Ia berkeliling kota Makassar kemana-mana selama bertahun-tahun sebelum atau seusai bermain badminton. Si kakek Mengunjungi sembilan anaknya secara bergantian.
Terkadang dengan mobil bututnya yang berwarna putih merk honda corolla tahun 60an yang lebih suka ngambek daripada istri muda karena minta perhatian lebih, namun si kakek lebih senang bepergian dengan motor butut honda beat keluaran tahun paling pertama yang merahnya telah lusuh itu.
Kata kakek tua, si betty lebih setia dan pengertian dengan keadaan kota juga dompetnya.
Ketika anak perempuannya berkali-kali menghadapi permasalahan dengan laki-laki, si kakek tak lelah memperingatkan: jangan sama laki-laki yang bungkuk hidungnya dan pendek lehernya. Mereka culas!
Lalu ia kembali berkunjung ke rumah anaknya yg lain. Siapa yang tau apakah angka 9 adalah angka tetap yang harus selalu dikunjunginya rutin setiap bulan di usia itu? Terkadang ia harus membawa si betty dari samata hingga losari. Mengantar satu dua cucu lagi tidak pernah menjadi masalah baginya. Mereka pergi menimba ilmu yang didoakannya sampai ke negeri cina!
Yang membuat si kakek lelah adalah pikirannya sendiri. Pikirannya tentang masa depan anak lainnya yang masih kecil. rambut dan pelipis kakek yang sudah uzur tidak dapat disembunyikan lagi. Mungkin ia bisa mengantar cucu-cucunya hingga ke Negeri Cina jika Puangalata'ala menghendaki namun siapa yang akan menghantar anak-anaknya itu?

Kakek merasa lelah dengan pikirannya sendiri..

Ia pulang dan melihat anak gadisnya yang harus dikawal hingga pelaminan agar bersama laki-laki yang lebih baik dari dirinya. 
Dan pemudanya yang baru saja pulang dari mengantar si pacar cilik yang malu-malu meneguk secangkir teh.
Ia menghela nafas sambil bergegas untuk mengunjungi anaknya yang tinggal sekompleks dengannya.

Oh motornya ada!, kata si kakek dalam hati.
Berarti dia ada di atas. Batinnya lagi
Haruskah ia mengetuk pintu?
Riri!
Ia memanggil anaknya sekali sambil melihat ke atas.
Langit biru dan matahari terang mengalahkan cahaya mata si kakek yang telah lama memudar.
Ia lelah.
Ia berjalan
Riri melihat dari atas, Ayahnya baru saja beranjak dari pintu rumahnya.

Si kakek kembali pergi bersama si butut.,
Untuk mengunjungi rumah anaknya yang satu lagi, nun jauh di kota bagian sana.
Ia menggedor pintu besi ruko putri sulungnya yang telah lama hidup sendiri itu.
Huda!
Panggil si kakek menggedor gembok pintu ruko.
Huda melihat ayahnya dari rekaman cctv. Huda pergi ke toilet membiarkan ayahnya berlalu.
Si kakek pulang. 
Ia baru sadar ia belum minum segelas air mineralpun hari ini. Di perjalanan pulang ia singgah membeli 4 butir kue taripang yang berbalurkan gula merah kesukaannya itu. Tak lupa singgah di toko langganan untuk sebotol madu asli yang ia percaya mujarab segala mujarab.

Kakek membagi kue taripang itu bersama istrinya, dan kedua anak bungsunya yang masih malu-malu itu. Sebelum tidur ia meminum sesendok madu murni.
Kakek tidur malam dengan tenang karena besok ia harus bangun lagi. Berkeliling dan memikirkan masa depan.


Fiksi.
Sidrap, 13 Maret 2016.


Dedicated to short memories with my Father.

Komentar

Postingan Populer