masih gadis yang sama
masih di kota ini. tempat kita bertemu kali awal, kedua kali, dan waktu itu, dan waktu itu lagi.
pekerjaanku juga masih sama. meresapi setiap sudut kota yang pernah kita kunjungi bersama.
setiap mendekati pojok jalan yang tak jauh dari di tempat-tempat wisata kita, masih dapat kudengarkan detak-detak yang memburu di dada. begitu kutenangkan dengan sentuhan telapak tangan untuk merasakannya, dengan lirih suaramu berbisik, "kamu masih ingat ini? ini jalan menuju rumahku."
ya, aku masih ingat
karena itulah ia berdegup kalap. semakin kalap ketika aku hampir saja melewati bongkah rumahmu.
kemudian pundakku tak kuasa menolak kehendak mata yang tidak ingin kehilangan pandang akan bongkah rumah yang hampir tak pernah kukunjungi itu. siapa yang mendiaminya sekarang?
kudengar keluargamu sudah tidak lagi tinggal disana, begitu pula dengan keberadaanmu yang sudah tak lagi ada di kota ini
kamu, siapa yang menopangnya sekarang?
yang kutahu enam bulan setelah kita hilang arah, dengan cepat melesat gadis kecil yang senang bergelayut manja di siku-mu dan tegar menjadi penopang ketika kau lelah.
dahulu aku hanya sekedar mendiaminya. mengetuk, meminta izin untuk tinggal, kemudian diam.
bungkam hingga sekarang.
tiga tahun silam. bukan waktu yang lama. masih terlalu pagi untukku jika ingin mengeluh menuliskan tentang masa penantian yang masih pantat biru dan miskin cerita.
kau sudah tak disini.
bukan bagian dari kota ini selain keluarga dan sanak saudara yang kau kunjungi disini.
walau kau menyebutnya dengan pulang.
kau sudah tak lagi disini.
kukira kau tau bahwa aku menginginkan tempatmu. ketidakberadaanmu dalam kota ini
pergi. kau tau itu sejak dulu, kau tau
disinilah aku. masih di kota yang kau angankan. benarkah?
kota yang kau sebut dengan 'pulang' masihkah?
aku. masih gadis yang sama
pekerjaanku juga masih sama. meresapi setiap sudut kota yang pernah kita kunjungi bersama.
setiap mendekati pojok jalan yang tak jauh dari di tempat-tempat wisata kita, masih dapat kudengarkan detak-detak yang memburu di dada. begitu kutenangkan dengan sentuhan telapak tangan untuk merasakannya, dengan lirih suaramu berbisik, "kamu masih ingat ini? ini jalan menuju rumahku."
ya, aku masih ingat
karena itulah ia berdegup kalap. semakin kalap ketika aku hampir saja melewati bongkah rumahmu.
kemudian pundakku tak kuasa menolak kehendak mata yang tidak ingin kehilangan pandang akan bongkah rumah yang hampir tak pernah kukunjungi itu. siapa yang mendiaminya sekarang?
kudengar keluargamu sudah tidak lagi tinggal disana, begitu pula dengan keberadaanmu yang sudah tak lagi ada di kota ini
kamu, siapa yang menopangnya sekarang?
yang kutahu enam bulan setelah kita hilang arah, dengan cepat melesat gadis kecil yang senang bergelayut manja di siku-mu dan tegar menjadi penopang ketika kau lelah.
dahulu aku hanya sekedar mendiaminya. mengetuk, meminta izin untuk tinggal, kemudian diam.
bungkam hingga sekarang.
tiga tahun silam. bukan waktu yang lama. masih terlalu pagi untukku jika ingin mengeluh menuliskan tentang masa penantian yang masih pantat biru dan miskin cerita.
kau sudah tak disini.
bukan bagian dari kota ini selain keluarga dan sanak saudara yang kau kunjungi disini.
walau kau menyebutnya dengan pulang.
kau sudah tak lagi disini.
kukira kau tau bahwa aku menginginkan tempatmu. ketidakberadaanmu dalam kota ini
pergi. kau tau itu sejak dulu, kau tau
disinilah aku. masih di kota yang kau angankan. benarkah?
kota yang kau sebut dengan 'pulang' masihkah?
aku. masih gadis yang sama
yahh keren :)
BalasHapusitu keren tp kaya' nyindir orang yah :D
BalasHapus