Kisah seorang Yusuf
Sesosok tua nan renta. Tubuh ringkih itu ditopang ruh-nya
sangat kuat
Terpancar dari mata redup yang entah mengapa tetap
menggebu mengumbar sejarah yang lalu
Tampak sekian empat petak gigi depan rahang atas yang telah
kosong
Namun tak dapat dipungkiri betapa rapih nan apiknya
susunan gigi yang bertengger disana dahulu
Seri bawah dan gerahamnya masih kokoh bertahan dibalut
seulas senyum lesu bibir keriput yang tak henti-henti dikobar semangat ruh dari
sisa raga rapuh itu
Memiccukan decakan liur akibat gesekan lidah dan seluruh isi
mulutnya kemanapun arahnya
Berdarah belanda, identitas timur tengah, dan dialek
lontarak yang tak usainya membahas tentang Ia dan sekolah rakyatnya
Soekarno dan proklamasinya
Indonesia dan ketakutannya
Tumpah darah dan harganya kini
"Kisah Seorang Yusuf ini ditulis 2012 akhir. Pada tengah tahun saya hanya sempat sedikit berbincang bersama beliau. Pak Yusuf yang biasanya ada disekitar Sekolah Islam Athirah. 1stgh thn bersekolah disana saya mondar-mandir melewatinya baru 1 kali berbincang dengannya. Semoga umur panjang dan segala kebaikan waktu dari Tuhan selalu bersamanya. "sedikit berbincang" itu sebenarnya sangat banyak dan padat inspirasi. Seru sekali menurut saya namun entah Mas Penjual sate dengan lembut seperti ingin mengakhiri pembicaraan kami, atau lebih tepatnya khotbah/protes Pak Yusuf kepada saya yang sebenarnya ditujukan pada entah apa/siapa. Poin pembicaraan adalah kisah yang saya tuliskan diatas, disertai dengan kawakan dan tawa remah Pak Yusuf. Kalau ada yang benar menemukan siapa sosok Yusuf ini, kamu mau diberi apa? Tidak ada yang begitu tertarik untuk menemukan, mengenal, apalagi berbincang dengan beliau"
Saya tahu beliau. Saya pun mengenal beliau, mungkin dia sudah lupa dengan saya. Lupa bahwa saya pernah dihukumnya oleh teman-teman saya ketika ketahuan membohongi beliau. Dan itu terjadi pada bulan puasa delapan tahun lalu!
BalasHapusBeliau juga sempat menjadi guru mata pelajaran agama sewaktu masih mengajar di SMP. Terasa begitu disiplannya beliau. Saya mengagumi, dulu saya mencak-mencak terhadap sikapnya. Jangankan berbicara, berhadapan pun saya malasnya bukan main.
Tapi, saya mengerti pada akhirnya. Bahwa semua yang diberikan pada kami, tidak lain adalah untuk mengingatnya sebagai seorang guru yang begitu gagah pada zamannya. Kadangkala beliau bercanda, sedetik kemudian beliau menjadi serius! Hal-hal seperti itu yang masih saya ingat.
kamu belum beruntung untuk mendapatkan hadiah ;p
BalasHapus